Wednesday, February 03, 2010

Perlu, Strategi Kebudayaan Membangun Karakter Bangsa

Indonesia membutuhkan suatu strategi kebudayaan untuk membentuk karakter bangsa yang dewasa ini semakin hilang. Strategi kebudayaan itu dimaksudkan untuk menghadapi masa depan dengan segala masalah dan tantangannya.

Hal itu mengemuka dalam bedah buku Menyemai Karakter Bangsa: Budaya Kebangkitan Berbasis Kesastraan karya ahli sosiologi politik Yudi Latif di Kantor Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Palmerah Barat, Jakarta, Selasa (2/2). Diskusi menghadirkan pembahas dari CSIS, Harry Tjan Silalahi dan J Kristiadi, serta Rumadi dari The Wahid Institute.

Dalam buku setebal 182 halaman itu, pada halaman 58, Yudi Latif, antara lain, menyebutkan, ”(dalam penyusunan strategi kebudayaan)... warisan budaya perlu dihargai. Tetapi, agar warisan tersebut dapat menunjukkan maknanya bagi kehidupan masyarakat kontemporer, maka perlu dibuat tafsiran-tafsiran kreatif, beserta penyempurnaannya lewat proses belajar interkultural”.

J Kristiadi dan Harry Tjan sepakat bahwa sebuah strategi kebudayaan menemukan momentumnya dewasa ini karena berbagai masalah kebangsaan, termasuk politik dalam kasus Bank Century.

Pembangunan karakter

Mengenai penyebab hilangnya karakter itu, J Kristiadi mencuplik pendapat Frank Furedi, penulis buku Where Have All the Intellectuals Gone?, yang dikutip Yudi Latif dalam bukunya, yaitu the cult of philistinism, pemujaan berlebihan terhadap budaya kedangkalan oleh perhatian yang berlebihan terhadap interes material dan praktis.

Harry Tjan mengingatkan bahwa Bung Karno pernah membuat konsep pembangunan karakter dan bangsa, tetapi didekati dari sudut politik. ”Sekarang tinggal bahasa Indonesia yang menjadi faktor pemersatu bangsa,” ujarnya. Faktor pemersatu lainnya, seperti bendera Merah Putih, sudah luntur.

Menurut Rumadi, lunturnya karakter bangsa telah tertanam dari masa anak-anak duduk di bangku sekolah dasar. Hal ini ditandai dengan adanya pemisahan siswa dalam proses belajar di kelas karena faktor beda agama. (**/bur; Sumber Kompas) Rabu, 3/2/2010

No comments: